Senin, 07 Oktober 2013

PLEASE! "Duain Aku"

“Panas sekali siang ini.” Pikirku.
Dan aku masih duduk disini dengan manyun dan dengan wajah yang makin memerah.  
Semakin menyebalkan saat masih kulihat temanku April berjalan mondar mandir di depanku dan sesekali dia melihat jam tangannya dengan desahan kesal.
Kami sedang menunggu mobil April yang biasa menjemput aku dan April pulang sekolah. Tapi tumben sudah 1 jam mobil itu belum nongol juga, biasanya selalu tepat waktu. Kadang kala saja bel sekolah kami belum berbunyi mobil April sudah nongkrong di depan sekolah. Tentu saja Pak Mino mana berani terlambat walau hanya semenit, bisa-bisa dia dapat ceramah panjang dari April.
 Hihihihi…..Geli juga melihat bibir tipis April yang bergerak dengan lincah menyusun kata membentuk kalimat kekesalan untuk sopirnya itu.
“Awas ya sampai dia datang akan kumarahi habis-habisan!” April mulai dengan mata pelajaran kekesalannya.
“Coba saja! Akan kupotong gajinya bulan ini sebagai pengganti waktu tungguku!”
Kata-kata kekesalan terus saja mengalir sampai mobil sedan warna biru metalik berhenti di depan kami. Aku mengerutkan kening.
Seorang laki-laki bertubuh tegap menghampiri kami. Dan tampak raut kegembiraan dari wajah April.
“Siapa ya kira-kira laki-laki itu?” tanyaku dalam hati.
“April tidak pernah cerita kalau dia punya pacar baru.” Aku menggumam.
Kutersentak ketika tangan April menarikku masuk ke mobil.
Di dalam mobil April dan laki-laki itu asyik bercerita ini itu tanpa mengajakku masuk ke dalamnya. Uh…tega!
Bla…..bla….bla….bla….
Aku tak tahan lagi! Aku tidak dipelukan! Aku dianggap obat nyamuk!
“H h h h….!” aku menghela nafas panjang dan uuuppss…..
“Omong-omong kamu belum mengenalkan temanmu ini, Pril.” Ucapan laki-laki itu membuatku menunduk tersipu. Pasti dia tadi mendengar helaan nafasku. Duh…memalukan!
“O iya sampai lupa. Kenalkan ini sohibku Ratna .”
Ternyata laki-laki itu kakak sepupu April yang kebetulan dia sedang diminta Ayah April untuk menjadi konsultan renovasi rumah April. Namanya Pras.
Prastowo Julianto, mahasiswa Tekhnik Sipil semester akhir di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Lumayan. Kriteriaku. Pintar dan dewasa.
“Sampai besok ya!” teriak April sambil melambai dari jendela mobil.
***
Minggu yang cerah. Aku sibuk bersiap untuk ke rumah April karena hari ini aku harus jadi pembawa acara di pesta ulang tahun April. Huh…deg deg-an juga, karena ini kali pertama aku jadi pembawa acara. Belum apa-apa saja aku sudah keringat dingin padahal aku masih di rumah belum sampai ke rumah April.
“Oh….Tuhan, beri aku kekuatan!” doaku dalam hati.
Ting Tong!
“Maaf bu, saya Pras kakak April. Diminta April untuk menjemput Ratna.”
“Sebentar ya nak Pras, ibu panggil Ratna dulu! Sepertinya Ratna sudah siap tadi.”
Hahh….Pras??!!
Aku setengah tak percaya Pras menjemputku. Aku kira Pak Mino yang akan menjemputku tapi ternyata si Pras.
Di dalam mobil kami terdiam lama. Hening, tanpa kata dan kalimat meskipun hanya basa-basi.
Menurutku cukup lama karena jarak rumah April dengan rumahku cukup jauh tapi sudah separuh perjalanan kami belum menemukan kalimat untuk memulai pembicaraan. Padahal sebenarnya dibenakku banyak kata yang ingin kuucap tapi mampet.
“Mampir ke Baby Doll dulu ya?”
Akhirnya kalimat itu terucap juga dan cukup mengagetkanku. Aku hanya mengangguk.
Baby Doll adalah toko boneka yang terletak di wilayah selatan Yogyakarta, tepatnya di Jalan Bantul. Kupandangi dia dengan keramahannya pada karyawan toko itu.
“Pria yang mempesona.” Pujiku dalam hati.
“Ratna satu kelas sama April?” Tanya Pras sambil terus menyetir pelan.
“Iya, Mas.” Jawabku lirih dan masih menunduk.
“Memang ada apa dibawah? Contekan rincian acaranya jatuh ke bawah ya?”
“Hahahahahahahaha…………….”
Guyonannya memang terdengar garing tapi tetap membuatku tertawa mengiringi tawanya yang nyaring. Dan cukup membuat gunung es keheningan ini mencair.
Ternyata tak salah lagi dia laki-laki yang cukup menyenangkan. Dia bisa membuatku terasa nyaman di dekatnya. Walau sebenarnya dia bukan laki-laki yang pintar bermain kata tapi dengan kedewasaannya, kalimat-kalimat yang keluar dari bibirnya itu terasa menenangkan.
Duh, sepertinya aku mulai menyukai Pras. Tapi sebentar, aku belum sampai taraf jatuh cinta lho. Kalian jangan salah tafsir dulu. Menyukai itu bukan berarti jatuh cinta kan?
Eng, bener nggak sih??

***

Akhirnya acara ulang tahun April kulewati dengan sukses dan April tampak puas dengan acara yang sudah kususun untuknya. Leganya.
“Aku pulang dulu ya, Pril! Selamat Ulang Tahun. Ingat tambah dewasa jangan juga nambah juteknya.”
Aku melambai pada April yang tersenyum manja.
“Mas Pras, tolong anterin temenku sampai rumah ya? Awas, jangan diculik!” kata-kata April membuat pipiku memerah dan kulihat Pras menganggukan kepala lalu menatapku sambil berjalan memasuki mobil. Tatapannya tajam membuatku salah tingkah.
Hari belum gelap. Matahari masih menunjukkan sinarnya meskipun malu-malu. Cahayanya menguning. Fenomena alam yang indah.
Aku melihat jam tanganku, ternyata baru jam setengah lima sore.
“Baru jam setengah 5, mau buru-buru pulang?” pertanyaan Pras mebuatku terpaku menatapnya.
“Maksudnya?” tanyaku menyelidik.
Walau sebenarnya aku tahu apa yang dia maksud tapi aku hanya ingin memastikan dan berharap benar apa yang ada dipikiranku.
“Aku lihat tadi kamu tidak makan banyak, paling hanya minum koktail dan sepotong roti ulang tahun saja.”
Pras memperhatikanku selama pesta ulang tahun April. Aku tidak percaya! Benarkan? Ayo lanjutkan Pras. Dadaku berdetak kencang dan bisa kurasakan darahku mengalir deras. Aku takut kalau jantungku kelelahan memompa darah yang ada didalam jaringan tubuhku. 
“Ada kafe baru di Suryodiningratan, mau coba?” tanyanya lagi.
Dengan sigap aku mengangguk pasti. Dan kulihat senyum simpulnya menggodaku.
“Pras, kamu benar-benar membuatku tersipu hari ini.” Kataku dalam hati. Dan aku yakin pasti senyum malu itu tampak jelas dibibirku.
Oh…semoga Pras tidak bisa membacanya.
Kafe ini di desain modern dengan tema kafe lesehan. Gayanya yang modern sangat menarik pembeli khususnya para muda-mudi. Menunya juga simple, sangat cocok untuk teman ngobrol. Pencahayaan yang redup dan lilin-lilin kecil di setiap mejanya menambah kesan romantis. Wah, kafe yang menarik. Aku harus ajak April ke kafe ini, siapa tahu sebagai bahan rekomendasi dia kalau ngedate sama pacar barunya nanti. Yah maklum, April adalah sosok pencinta semua jenis laki-laki. Sampai aku bingung tipe laki-laki bagaimana yang dia suka. April…April, sahabat yang lucu dan menyenangkan.
Kami memesan menu yang berbeda. Aku memilih chesse burger dan orange juice sedangkan Pras hanya memesan hot coffe. Dia bilang sih tadi sudah makan di acara April.
Di kafe itu kami tidak banyak bicara malahan terkesan pembicaraan yang sangat basa-basi. Tapi entah mengapa aku menganggapnya sangat wajar.
“Ayo mampir Mas?” tanyaku pada Pras ketika kami sudah sampai rumah.
Tatapan Pras menyentuh batinku, membuat hatiku berbunga-bunga. Dalam tatapan dan senyumannya mengisyaratkan kata-kata yang mengandung arti lebih dari sekedar tatapan dan senyuman yang biasa.
“Ini untukmu.” Pras memberiku boneka berbentuk hati dan sungguh itu mengagetkanku.
“Ini untukku?” tanyaku memastikan. Pras mengangguk.
Dan yang membuatku semakin tersentak, Pras mengecup keningku.
Dan anehnya aku membiarkannya. Aku seakan lagi tak peduli apa tanggapan Pras padaku karena dengan mudahnya dia bisa mencium keningku.
Hangat sekali ketika bibir Pras menyentuh dahiku. Aku berkeringat. Badanku rasanya mendidih, padahal AC mobil masih hidup.
Kemudian Pras memelukku. Bisa kudengar detak jantungnya berirama cepat. Kurasakan hembusan nafas hangat Pras ditengkukku. Pras memelukku semakin erat lalu katanya, “Aku sayang kamu, Rat.”
Pras mengucapkan sayang padaku? Aku sangat mengharapkan pengakuan itu.
Malam ini aku tidak akan bisa tidur cepat padahal badanku sudah sangat lelah.
Teng…teng…teng…
Jam 3 pagi. Aku masih terus mengelus, memandang, memeluk, dan sesekali mencium boneka berbentuk hati pemberian dari Pras. Rasa kantuk seperti enggan menghampiriku, seakan mereka memberiku kesempatan menikmati hatiku yang sedang berbunga. Tidak salah lagi, benar aku jatuh cinta.

***

Teeeeeeeettt!!!!
Aku berlari kencang tapi bel sekolah sudah berbunyi. Aku terlambat.
Hari ini aku benar-benar kesiangan. Terpaksa deh bersiap-siap mendapat kado berkesan dari Mr.Eddy, guru BPS ( Badan Pembinaan Siswa ) yang terkenal penyayang dan saking sayangnya dengan senang hati memberiku  pelajaran olah raga dengan berlari mengelilingi lapangan sekolah 10 kali. Menyebalkan!!
“Bangun jam berapa, neng?” tegur April sambil menyodorkan air mineral padaku. Langsung habis dan akhirnya basah juga tenggorokanku.
“Pril, kakakmu Pras baik juga ya?” tanyaku tiba-tiba pada April.
“Iya donk, kakakku!” jawab manja April tanpa menoleh padaku. Dia sedang asyik membaca chicklit.
Aku bingung memulai cerita dari mana kalau tadi malam Pras mnciumku dan memberiku boneka hati. Tapiiii….
“Kalau tidak baik mana mungkin Mbak Asti mau dengannya.” Kata-kata April seperti petir yang  menyambarku. Seketika dadaku terasa panas dan nafasku sesak. Aku mencoba atur pernafasanku sebelum kubertanya lebih lanjut pada April.
“Mbak Asti?” Tanyaku menyelidik. April pun mengangguk.
“Iya, Mbak Asti itu tunangan Mas Pras. Kemarin dia memang tidak datang di ulang tahunku karena hari ini dia diwisuda.”
Dadaku seperti ditindih beban puluhan ton. Kalau kusanggup pasti aku sudah berteriak kencang. Kutahu kemudian Mbak Asti atau nama lengkapnya Asti Kurniawati adalah mahasiswi UI Fakultas Kedokteran yang sekarang sudah menjadi Sarjana Kedokteran. Luar biasa.
 Hatiku luluh lantah. Aku berpikir keras. Apa maksudnya dengan memberiku boneka itu dan mencium keningku. Apa juga maksudnya ucapannya bahwa dia sayang aku. Aku harus minta penjelasan Pras. Harus!!

***

“Aku tidak menampik kalau aku memang  sudah bertunangan dengan Asti dan aku juga tidak sanggup memungkiri bahwa aku menyayangimu sejak aku  pertama bertemu denganmu.” Pras mencoba menjelaskan padaku dan tetap dengan tatapan matanya yang khas itu.
“Aku tahu kamu kecewa atau mungkin merasa aku membohongimu. Tapi jujur aku tidak membohongimu tentang rasaku ini.” Lanjut pras dengan tetap menatapku dalam.
“Kamu pilih aku atau Mbak Asti?” pertanyaan itu tak tersadar keluar dari mulutku. Aku sadar kemudian bahwa itu pertanyaan bodoh. Terbukti, lama dia terdiam tetapi kali ini dia menunduk.
“Jangan perintahkan aku untuk memilih. Dan jangan kau perintahkan aku melepasmu.” Suara Pras terdengar bergetar.
Pikiran dan perasaanku kacau. Aku tidak bisa membohongi hatiku bahwa aku mulai mencintainya. Kemudian kataku, “Please! Duain aku.”
Aku bisa melihat jelas kekagetannya. Aku berlari memeluk Pras. “Jangan juga perintahkan aku untuk menjauh darimu. Aku tak peduli, walaupun hanya secuil hatimu untukku dan hanya sedetik waktumu untukku. Kumohon, beri aku kesempatan untuk lebih mencintaimu.”
Aku lega bisa mengungkapkan rasaku ini pada Pras. Semua kuserahkan pada waktu karena hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Sekarang yang terpenting, cuma satu alasan untukku, “Aku cinta kamu, Pras.”