“Panas sekali siang ini.” Pikirku.
Dan aku
masih duduk disini dengan manyun dan dengan wajah yang makin memerah.
Semakin
menyebalkan saat masih kulihat temanku April berjalan mondar mandir di depanku
dan sesekali dia melihat jam tangannya dengan desahan kesal.
Kami sedang
menunggu mobil April yang biasa menjemput aku dan April pulang sekolah. Tapi
tumben sudah 1 jam mobil itu belum nongol juga, biasanya selalu tepat waktu.
Kadang kala saja bel sekolah kami belum berbunyi mobil April sudah nongkrong di
depan sekolah. Tentu saja Pak Mino mana berani terlambat walau hanya semenit,
bisa-bisa dia dapat ceramah panjang dari April.
Hihihihi…..Geli juga melihat bibir tipis April
yang bergerak dengan lincah menyusun kata membentuk kalimat kekesalan untuk
sopirnya itu.
“Awas ya
sampai dia datang akan kumarahi habis-habisan!” April mulai dengan mata
pelajaran kekesalannya.
“Coba saja!
Akan kupotong gajinya bulan ini sebagai pengganti waktu tungguku!”
Kata-kata
kekesalan terus saja mengalir sampai mobil sedan warna biru metalik berhenti di
depan kami. Aku mengerutkan kening.
Seorang
laki-laki bertubuh tegap menghampiri kami. Dan tampak raut kegembiraan dari
wajah April.
“Siapa ya kira-kira laki-laki itu?” tanyaku dalam hati.
“April tidak pernah cerita kalau dia
punya pacar baru.”
Aku menggumam.
Kutersentak
ketika tangan April menarikku masuk ke mobil.
Di dalam
mobil April dan laki-laki itu asyik bercerita ini itu tanpa mengajakku masuk ke dalamnya. Uh…tega!
Bla…..bla….bla….bla….
Aku tak
tahan lagi! Aku tidak dipelukan! Aku dianggap obat nyamuk!
“H h h h….!”
aku menghela nafas panjang dan uuuppss…..
“Omong-omong
kamu belum mengenalkan temanmu ini, Pril.” Ucapan laki-laki itu membuatku
menunduk tersipu. Pasti dia tadi mendengar helaan nafasku. Duh…memalukan!
“O iya
sampai lupa. Kenalkan ini sohibku Ratna .”
Ternyata
laki-laki itu kakak sepupu April yang kebetulan dia sedang diminta Ayah April
untuk menjadi konsultan renovasi rumah April. Namanya Pras.
Prastowo
Julianto, mahasiswa Tekhnik Sipil semester akhir di Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta.
Lumayan.
Kriteriaku. Pintar dan dewasa.
“Sampai
besok ya!” teriak April sambil melambai dari jendela mobil.
***
Minggu yang
cerah. Aku sibuk bersiap untuk ke rumah April karena hari ini aku harus jadi
pembawa acara di pesta ulang tahun April. Huh…deg deg-an juga, karena ini kali
pertama aku jadi pembawa acara. Belum apa-apa saja aku sudah keringat dingin
padahal aku masih di rumah belum sampai ke rumah April.
“Oh….Tuhan, beri aku kekuatan!” doaku dalam hati.
Ting Tong!
“Maaf bu, saya
Pras kakak April. Diminta April untuk menjemput Ratna.”
“Sebentar ya
nak Pras, ibu panggil Ratna dulu! Sepertinya Ratna sudah siap tadi.”
Hahh….Pras??!!
Aku setengah
tak percaya Pras menjemputku. Aku kira Pak Mino yang akan menjemputku tapi
ternyata si Pras.
Di dalam
mobil kami terdiam lama. Hening, tanpa kata dan kalimat meskipun hanya
basa-basi.
Menurutku
cukup lama karena jarak rumah April dengan rumahku cukup jauh tapi sudah
separuh perjalanan kami belum menemukan kalimat untuk memulai pembicaraan.
Padahal sebenarnya dibenakku banyak kata yang ingin kuucap tapi mampet.
“Mampir ke
Baby Doll dulu ya?”
Akhirnya kalimat
itu terucap juga dan cukup mengagetkanku. Aku hanya mengangguk.
Baby Doll
adalah toko boneka yang terletak di wilayah selatan Yogyakarta, tepatnya di
Jalan Bantul. Kupandangi dia dengan keramahannya pada karyawan toko itu.
“Pria yang mempesona.” Pujiku dalam hati.
“Ratna satu
kelas sama April?” Tanya Pras sambil terus menyetir pelan.
“Iya, Mas.”
Jawabku lirih dan masih menunduk.
“Memang ada
apa dibawah? Contekan rincian acaranya jatuh ke bawah ya?”
“Hahahahahahahaha…………….”
Guyonannya
memang terdengar garing tapi tetap membuatku tertawa mengiringi tawanya yang
nyaring. Dan cukup membuat gunung es keheningan ini mencair.
Ternyata tak
salah lagi dia laki-laki yang cukup menyenangkan. Dia bisa membuatku terasa
nyaman di dekatnya. Walau sebenarnya dia bukan laki-laki yang pintar bermain
kata tapi dengan kedewasaannya, kalimat-kalimat yang keluar dari bibirnya itu
terasa menenangkan.
Duh,
sepertinya aku mulai menyukai Pras. Tapi sebentar, aku belum sampai taraf jatuh
cinta lho. Kalian jangan salah tafsir dulu. Menyukai itu bukan berarti jatuh
cinta kan?
Eng, bener
nggak sih??
***
Akhirnya
acara ulang tahun April kulewati dengan sukses dan April tampak puas dengan
acara yang sudah kususun untuknya. Leganya.
“Aku pulang
dulu ya, Pril! Selamat Ulang Tahun. Ingat tambah dewasa jangan juga nambah
juteknya.”
Aku melambai
pada April yang tersenyum manja.
“Mas Pras,
tolong anterin temenku sampai rumah ya? Awas, jangan diculik!” kata-kata April membuat
pipiku memerah dan kulihat Pras menganggukan kepala lalu menatapku sambil
berjalan memasuki mobil. Tatapannya tajam membuatku salah tingkah.
Hari belum
gelap. Matahari masih menunjukkan sinarnya meskipun malu-malu. Cahayanya menguning.
Fenomena alam yang indah.
Aku melihat
jam tanganku, ternyata baru jam setengah lima sore.
“Baru jam
setengah 5, mau buru-buru pulang?” pertanyaan Pras mebuatku terpaku menatapnya.
“Maksudnya?”
tanyaku menyelidik.
Walau
sebenarnya aku tahu apa yang dia maksud tapi aku hanya ingin memastikan dan
berharap benar apa yang ada dipikiranku.
“Aku lihat
tadi kamu tidak makan banyak, paling hanya minum koktail dan sepotong roti
ulang tahun saja.”
Pras
memperhatikanku selama pesta ulang tahun April. Aku tidak percaya! Benarkan?
Ayo lanjutkan Pras. Dadaku berdetak kencang dan bisa kurasakan darahku mengalir
deras. Aku takut kalau jantungku kelelahan memompa darah yang ada didalam
jaringan tubuhku.
“Ada kafe
baru di Suryodiningratan, mau coba?” tanyanya lagi.
Dengan sigap
aku mengangguk pasti. Dan kulihat senyum simpulnya menggodaku.
“Pras, kamu benar-benar membuatku
tersipu hari ini.”
Kataku dalam hati. Dan aku yakin pasti senyum malu itu tampak jelas dibibirku.
Oh…semoga
Pras tidak bisa membacanya.
Kafe ini di
desain modern dengan tema kafe lesehan. Gayanya yang modern sangat menarik pembeli
khususnya para muda-mudi. Menunya juga simple,
sangat cocok untuk teman ngobrol. Pencahayaan yang redup dan lilin-lilin kecil
di setiap mejanya menambah kesan romantis. Wah, kafe yang menarik. Aku harus
ajak April ke kafe ini, siapa tahu sebagai bahan rekomendasi dia kalau ngedate sama pacar barunya nanti. Yah maklum,
April adalah sosok pencinta semua jenis laki-laki. Sampai aku bingung tipe
laki-laki bagaimana yang dia suka. April…April, sahabat yang lucu dan
menyenangkan.
Kami memesan
menu yang berbeda. Aku memilih chesse
burger dan orange juice sedangkan
Pras hanya memesan hot coffe. Dia
bilang sih tadi sudah makan di acara April.
Di kafe itu
kami tidak banyak bicara malahan terkesan pembicaraan yang sangat basa-basi.
Tapi entah mengapa aku menganggapnya sangat wajar.
“Ayo mampir
Mas?” tanyaku pada Pras ketika kami sudah sampai rumah.
Tatapan Pras
menyentuh batinku, membuat hatiku berbunga-bunga. Dalam tatapan dan senyumannya
mengisyaratkan kata-kata yang mengandung arti lebih dari sekedar tatapan dan
senyuman yang biasa.
“Ini
untukmu.” Pras memberiku boneka berbentuk hati dan sungguh itu mengagetkanku.
“Ini
untukku?” tanyaku memastikan. Pras mengangguk.
Dan yang
membuatku semakin tersentak, Pras mengecup keningku.
Dan anehnya
aku membiarkannya. Aku seakan lagi tak peduli apa tanggapan Pras padaku karena
dengan mudahnya dia bisa mencium keningku.
Hangat
sekali ketika bibir Pras menyentuh dahiku. Aku berkeringat. Badanku rasanya
mendidih, padahal AC mobil masih hidup.
Kemudian
Pras memelukku. Bisa kudengar detak jantungnya berirama cepat. Kurasakan hembusan
nafas hangat Pras ditengkukku. Pras memelukku semakin erat lalu katanya, “Aku
sayang kamu, Rat.”
Pras
mengucapkan sayang padaku? Aku sangat mengharapkan pengakuan itu.
Malam ini
aku tidak akan bisa tidur cepat padahal badanku sudah sangat lelah.
Teng…teng…teng…
Jam 3 pagi.
Aku masih terus mengelus, memandang, memeluk, dan sesekali mencium boneka
berbentuk hati pemberian dari Pras. Rasa kantuk seperti enggan menghampiriku,
seakan mereka memberiku kesempatan menikmati hatiku yang sedang berbunga. Tidak
salah lagi, benar aku jatuh cinta.
***
Teeeeeeeettt!!!!
Aku berlari
kencang tapi bel sekolah sudah berbunyi. Aku terlambat.
Hari ini aku
benar-benar kesiangan. Terpaksa deh bersiap-siap mendapat kado berkesan dari
Mr.Eddy, guru BPS ( Badan Pembinaan Siswa ) yang terkenal penyayang dan saking
sayangnya dengan senang hati memberiku pelajaran olah raga dengan berlari
mengelilingi lapangan sekolah 10 kali. Menyebalkan!!
“Bangun jam
berapa, neng?” tegur April sambil menyodorkan air mineral padaku. Langsung
habis dan akhirnya basah juga tenggorokanku.
“Pril,
kakakmu Pras baik juga ya?” tanyaku tiba-tiba pada April.
“Iya donk,
kakakku!” jawab manja April tanpa menoleh padaku. Dia sedang asyik membaca chicklit.
Aku bingung
memulai cerita dari mana kalau tadi malam Pras mnciumku dan memberiku boneka
hati. Tapiiii….
“Kalau tidak
baik mana mungkin Mbak Asti mau dengannya.” Kata-kata April seperti petir yang menyambarku. Seketika dadaku terasa panas dan
nafasku sesak. Aku mencoba atur pernafasanku sebelum kubertanya lebih lanjut
pada April.
“Mbak Asti?”
Tanyaku menyelidik. April pun mengangguk.
“Iya, Mbak
Asti itu tunangan Mas Pras. Kemarin dia memang tidak datang di ulang tahunku
karena hari ini dia diwisuda.”
Dadaku
seperti ditindih beban puluhan ton. Kalau kusanggup pasti aku sudah berteriak
kencang. Kutahu kemudian Mbak Asti atau nama lengkapnya Asti Kurniawati adalah
mahasiswi UI Fakultas Kedokteran yang sekarang sudah menjadi Sarjana
Kedokteran. Luar biasa.
Hatiku luluh lantah. Aku berpikir keras. Apa
maksudnya dengan memberiku boneka itu dan mencium keningku. Apa juga maksudnya
ucapannya bahwa dia sayang aku. Aku harus minta penjelasan Pras. Harus!!
***
“Aku tidak
menampik kalau aku memang sudah
bertunangan dengan Asti dan aku juga tidak sanggup memungkiri bahwa aku
menyayangimu sejak aku pertama bertemu
denganmu.” Pras mencoba menjelaskan padaku dan tetap dengan tatapan matanya
yang khas itu.
“Aku tahu
kamu kecewa atau mungkin merasa aku membohongimu. Tapi jujur aku tidak
membohongimu tentang rasaku ini.” Lanjut pras dengan tetap menatapku dalam.
“Kamu pilih
aku atau Mbak Asti?” pertanyaan itu tak tersadar keluar dari mulutku. Aku sadar
kemudian bahwa itu pertanyaan bodoh. Terbukti, lama dia terdiam tetapi kali ini
dia menunduk.
“Jangan perintahkan
aku untuk memilih. Dan jangan kau perintahkan aku melepasmu.” Suara Pras
terdengar bergetar.
Pikiran dan
perasaanku kacau. Aku tidak bisa membohongi hatiku bahwa aku mulai
mencintainya. Kemudian kataku, “Please! Duain aku.”
Aku bisa
melihat jelas kekagetannya. Aku berlari memeluk Pras. “Jangan juga perintahkan
aku untuk menjauh darimu. Aku tak peduli, walaupun hanya secuil hatimu untukku
dan hanya sedetik waktumu untukku. Kumohon, beri aku kesempatan untuk lebih
mencintaimu.”
Aku lega
bisa mengungkapkan rasaku ini pada Pras. Semua kuserahkan pada waktu karena hanya
waktu yang bisa menjawabnya.
Sekarang
yang terpenting, cuma satu alasan untukku, “Aku
cinta kamu, Pras.”